Lompat ke isi

Kebohongan dalam pandangan Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Kebohongan dalam pandangan Islam adalah segala bentuk ketidakjujuran. Pelaku kebohongan dapat berasal dari berbagai usia. Akibat dari kebohongan ialah tercatat sebagai dosa dan dapat dimasukkan ke dalam neraka. Salah satu kebohongan besar adalah kebohongan atas nabi. Bentuk kebohongan misalnya adalah mimpi dan berita bohong. Allah menciptakan kebohongan sebagai kenyataan dalam kehidupan antarmanusia untuk menjadikan manusia berperilaku baik dengan sesamanya. Kebohongan juga menjadi salah satu tanda masa akhir zaman.

Kedudukan

[sunting | sunting sumber]

Dalam Islam, kebohongan merupakan suatu bentuk pengingkaran yang sifatnya tidak baik untuk dikerjakan. Kebohongan menjadi salah satu tindakan yang tidak memperoleh rida Allah untuk dilakukan.[1] Kebohongan merupakan salah satu tindakan yang tidak mulia bagi seorang muslim. Tindakan ini dapat dilakukan oleh muslim dalam berbagai tingkatan usia.[2]

Ajaran Islam menetapkan prinsip untuk tidak melakukan kebohongan sebagai bagian dari perilaku. Sebaliknya, Islam mengutamakan kejujuran sebagai bagian dari perilaku. Kejujuran diyakini sebagai awal dari kebaikan dengan ganjaran akhir berupa surga. Sementara kebohongan diyakini menjadi awal dari dosa dan keburukan dengan anjaran akhir berupa neraka.[3]

Kebohongan atas nabi

[sunting | sunting sumber]

Salah satu bentuk kebohongan atas nabi adalah hadis palsu. Jenis kebohongan ini memberikan dampak langsung kepada syariat Islam sehingga periwayatannya harus menyertakan keterangan kepalsuan dan keburukannya. Keterangan tersebut harus diberikan baik saat menjelaskan tentang pahala dan hukuman, kisah, serta hukum.[4]

Mimpi yang merupakan kebohongan dilakukan oleh orang yang suka berbohong ketika dalam keadaan sadar. Karena kebenaran perkataan seseorang dalam mimpi sangat dipengaruhi oleh kebenaran perkataannya dalam keadaan sadar.[5]

Berita bohong

[sunting | sunting sumber]

Berita bohong merupakan suatu tindakan yang tidak dibenarkan untuk dilakukan. Allah menjelaskan tentang berita bohong dalam Surah An-Nur Ayat 11. Dalam ayat ini, Allah memulai dengan pernyataan bahwa berita bohong itu disampaikan oleh manusia kepada sesamanya. Namun, pelaku penyebar berita bohong telah berbuat dosa dan akan menerima akibatnya. Kemudian dilanjutkan dengan pernyataan bahwa penyebar utama dari berita bohong akan memperoleh azab.[6]

Memperburuk citra perdagangan

[sunting | sunting sumber]

Islam mengajarkan untuk tidak melakukan kebohongan apapun dalam urusan bisnis.[7] Karena kebohongan merupakan salah satu tindakan yang paling umum dalam memperburuk citra perdagangan. Keterangan ini diperoleh dalam beberapa ayat dalam Al-Qur'an, antara lain Surah Al-An’am Ayat 152, Surah Al-Mutaffifin Ayat 1–3, Surah Al-Anfal Ayat 56 dan 58.[8]

Kebohongan merupakan perbuatan yang dilakukan oleh individu manusia kepada individu manusia lainnya. Terjadinya kebohongan di Bumi atas seizin Allah. Allah menjadikan kebohongan sebagai pelajaran bagi manusia untuk menjadi pribadi yang baik. Karena pada dasarnya, manusia yang menjadi korban dari kebohongan orang lain selalu menuntut hak yang dimilikinya akibat kebohongan tersebut. Tuntutan ini kemudian akan mengarah ke permusuhan dan perselisihan.[9]

Kebohongan merupakan salah satu tanda akhir zaman berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Hadis ini menyatakan bahwa pada akhir zaman, kebohongan akan terjadi selama beberapa tahun. Pada akhir zaman, para pendusta menjadi dipercaya. Sebaliknya para orang jujur didustai. Selain itu, pada masa ini para pengkhianat diberi amanah. Sementara orang yang amanah dikhianati.[10]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Prasetyani, Dwi (2020). Saddhono, Kundharu, ed. Kewirausahaan Islami. Surakarta: CV. Djiwa Amarta Press. hlm. 75–76. ISBN 978-602-5646-32-4. 
  2. ^ Isa, A. G., dkk. Kurdi, M., Ismail, A., dan Ekasaputra, ed. Suara Khatib Baiturrahman Edisi 16 (PDF). Banda Aceh: Lembaga Penerbit Naskah Aceh. hlm. 226. ISBN 978-602-0824-91-8. 
  3. ^ Dhona, H. R., dkk. (April 2022). Islam Dalam Studi Komunikasi (PDF). Sleman: UII Press Yogyakarta. hlm. 73–74. ISBN 978-623-6572-72-6. 
  4. ^ Umami, Khoirul (Februari 2021). Ad-Dakhil dalam Tafsir MTA (PDF). Depok: PT Rajawali Buana Pusaka. hlm. 90. ISBN 978-623-7787-34-1. 
  5. ^ Sirin, Muhammad Ibnu (2018). Tafsir Mimpi menurut Al-Qur'an dan as-Sunnah. Diterjemahkan oleh Syihabuddin dan Sopian, A. Depok: Gema Insani. hlm. 2–3. ISBN 978-602-250-563-1. 
  6. ^ Rusdi, A., dkk. (Maret 2022). Problematika Umat Kontemporer: Perspektif Islam dan Psikologi (PDF). Sleman: UII Press Yogyakarta. hlm. 22. ISBN 978-623-6572-66-5. 
  7. ^ Tim Penulis Mahasiswa Semester VII Pendidikan Ekonomi FKIP UNIS Angkatan 2018 (Januari 2022). Saepuloh, Dadang, ed. Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam: Kumpulan Essay-Essay Menarik (PDF). Kota Tangerang: PT. Bidara Cendekia Ilmi Nusantara. hlm. 5. ISBN 978-623-97180-2-2. 
  8. ^ Nasir, Munawir (Mei 2020). Muzakkir, Abd. Kahar, ed. Etika dan Komunikasi dalam Bisnis: Tinjauan Al-Qur'an, Filosofis dan Teoritis (PDF). Makassar: CV. Social Politic Genius. hlm. 64–65. ISBN 978-602-5522-42-0. 
  9. ^ Susminingsih (Agustus 2020). Kanafi, I., dan Nasrudin, M., ed. Etika Bisnis Islam (PDF). Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management. hlm. 179. ISBN 978-623-7566-73-1. 
  10. ^ Akbar, B., dkk. (2022). "Akhir Zaman dalam Pandangan Abu Ali An-Nadwi al-Maliki (Telaah Pemikiran Beliau Terhadap Hadis-Hadis Akhir Zaman)" (PDF). Prosiding Webinar Antarabangsa Tafsir Dan Hadis Nusantara 2.0. Fakulti Pengajian Islam Universiti Kebangssan Malaysia: 186. ISBN 978-967-19878-2-7.