Lompat ke isi

Nikotin

Dengarkan artikel ini
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Nikotina)
Nikotin
Nama sistematis (IUPAC)
(S)-3-[1-Metilpirolidin-2-yl]piridina
Data klinis
Nama dagang Nicorette, Nicotrol
AHFS/Drugs.com monograph
Kat. kehamilan D(AU) D(US)
Status hukum OTC (US)
Kemungkinan
ketergantungan
Fisik: rendah–menengah
Psikologis: menengah–tinggi[1][2]
Rute Dihirup atau ditelan
Data farmakokinetik
Ikatan protein <5%
Metabolisme Dilakukan di hati: CYP2A6, CYP2B6, FMO3, dll.
Waktu paruh 1-2 jam; 20 jam metabolit aktif
Ekskresi Ginjal, bergantung pH air kencing;[3]
10–20% (gusi), 30% (dihirup); 10–30% (dalam hidung)
Pengenal
Nomor CAS 54-11-5 YaY
Kode ATC N07BA01 QP53AX13
PubChem CID 89594
Ligan IUPHAR 2585
DrugBank DB00184
ChemSpider 80863 YaY
UNII 6M3C89ZY6R YaY
KEGG D03365 YaY
ChEBI CHEBI:18723 YaY
ChEMBL CHEMBL3 YaY
Data kimia
Rumus C10H14N2 
Massa mol. 162,23 g/mol
SMILES eMolecules & PubChem
  • InChI=1S/C10H14N2/c1-12-7-3-5-10(12)9-4-2-6-11-8-9/h2,4,6,8,10H,3,5,7H2,1H3/t10-/m0/s1 YaY
    Key:SNICXCGAKADSCV-JTQLQIEISA-N YaY

Data fisik
Kepadatan 1.01 g/cm³
Titik lebur -79 °C (-110 °F)
Titik didih 247 °C (477 °F)
Artikel ini tersedia dalam versi lisan
Dengarkan versi lisan dari artikel ini
(2 bagian, 15 menit)
Ikon Wikipedia Lisan
Berkas-berkas suara berikut dibuat berdasarkan revisi dari artikel ini per tanggal
Error: tidak ada parameter tanggal yang diberikan
, sehingga isinya tidak mengacu pada revisi terkini.

Nikotin adalah senyawa kimia organik kelompok alkaloid yang dihasilkan secara alami oleh berbagai macam tumbuhan, seperti suku terung-terungan solanaceae dan tembakau. Nikotin bertindak sebagai agonis (senyawa yang akan menimbulkan efek) di kebanyakan sel-sel reseptor asetilkolin nikotin (nAChRs) di dalam tubuh,[4][5] terkecuali di dua subunit reseptor nikotinik (nAChRα9) dan (nAChRα10), dimana nikotin bertindak sebagai reseptor antagonis (tidak menimbulkan efek).

Pada tembakau, kadar nikotin dapat mencapai 0,6 sampai 3% dari berat kering tembakau.[6] Nikotin juga terkandung di dalam berbagai tumbuhan yang sering dikonsumsi sebagai makanan, seperti terung, kentang, dan tomat, walaupun dalam kadar di bawah 200 nanogram per gram berat kering (kurang dari 0,00002%).[7] Nikotin dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk melawan serangan serangga dan binatang herbivora lainnya, sehingga pada masa lalu sering digunakan sebagai insektisida.[8]

Nikotin bersifat adiktif. Dalam rata-rata, sebatang rokok memberikan asupan 2 mg nikotin yang terserap dalam tubuh. Senyawa inilah yang membuat perokok mengalami ketergantungan terhadap rokok dan produk yang mengandung nikotin lainnya.[4][5][9] Ciri-ciri adiksi dan ketergantungan nikotin diantaranya adalah perubahan perilaku, penggunaan berlebihan, kembali ke kebiasaan merokok setelah berhenti, ketergantungan fisik dan psikologis, serta toleransi obat. Selain ketergantungan, dalam jangka pendek dan jangka panjang, nikotin tidak dikategorikan berbahaya bagi orang dewasa.[10][11] Walaupun demikian, dalam dosis yang sangat tinggi, nikotin dapat menyebabkan keracunan dan berpotensi mematikan.

Dikaitkan dengan usaha pengendalian tembakau, produk-produk pengganti nikotin telah digunakan untuk membantu perokok dalam usaha berhenti merokok dan berdasarkan bukti ilmiah memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.[12][13] Tidak ada bukti penelitian yang cukup yang menunjukkan nikotin memiliki keterkaitan dengan kanker pada manusia.[13] Nikotin dikatakan memiliki daya karsinogenik terbatas karena menjadi penghambat kemampuan tubuh untuk melawan sel-sel kanker, dan bukan penyebab munculnya sel-sel kanker. Produk-produk yang digunakan dalam terapi pengganti nikotin memiliki risiko kanker yang lebih kecil bila dibandingkan merokok.[13] Dalam konteks konsumsi rokok, nikotin tidak seberbahaya zat lain yang terkandung dalam rokok, yaitu TAR.[14]

Efek Zat Nikotin

[sunting | sunting sumber]

Nikotin memiliki dampak terhadap perubahan suasana hati, dan dapat berfungsi baik sebagai perangsang (stimulan) maupun penenang (relaksan).[15] Nikotin menyebabkan pelepasan glukosa dari dalam hati dan hormon efinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal medulla yang membuat tubuh terstimulasi. Paparan nikotin membuat pengguna merasa relaks, lebih tajam panca indra, tenang, dan juga waspada.[16]

Terapi Pengganti Nikotin

[sunting | sunting sumber]

Sebagai zat adiktif, ketergantungan nikotin tidak mudah untuk ditoleransi oleh tubuh. Penghentian asupan nikotin secara tiba-tiba mempunyai dampak langsung bagi kesehatan tubuh dan mental pengguna yang ketergantungan terhadap nikotin.[17] Tujuh gejala utama dari putus zat nikotin adalah mudah tersinggung, marah, frustasi, kecemasan, depresi, kesulitan berkonsentrasi, meningkatnya nafsu makan, insomnia, dan kesulitan untuk beristirahat.[18] Bagi mereka yang ingin menghindari bahaya TAR dari rokok konvensional namun belum mampu melepaskan ketergantungan pada nikotin secara keseluruhan, beberapa terapi pengganti nikotin berikut ini dapat digunakan untuk membantu proses melepaskan ketergantungan pada nikotin secara bertahap:[19]

1. Permen Karet Nikotin

[sunting | sunting sumber]

Permen karet nikotin mengandung nikotin yang cukup untuk mengurangi keinginan untuk merokok. Permen karet dikunyah secara perlahan-lahan untuk mendapatkan asupan nikotin yang terkandung di dalamnya. Permen karet nikotin ini dijual secara bebas di pasaran namun belum bisa didapatkan di Indonesia. Permen karet nikotin merupakan alat bantu sementara untuk mengurangi gejala putus zat nikotin setelah berhenti merokok. Permen karet ini tidak dapat disamakan dengan permen karet biasa dan tidak baik dikonsumsi dalam jangka panjang, karena dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan seperti kerontokan rambut, iritasi kulit dan meningkatnya sensitivitas kulit, rentan terhadap tekanan darah tinggi, detak jantung tak teratur, resistensi insulin, dan masalah pencernaan.[20] Seseorang tidak diperbolehkan mengonsumsi lebih dari 24 buah permen karet nikotin dalam sehari dan dalam jangka waktu lebih dari tiga bulan.[21][22]

2. Koyo Nikotin

[sunting | sunting sumber]

Seperti koyo yang dikenal selama ini, koyo nikotin berbentuk lembaran yang ditempel pada kulit untuk memberikan asupan nikotin secara konstan ke dalam tubuh selama penggunaan. Secara bertahap, dosis nikotin akan dikurangi dari waktu ke waktu hingga dapat dihentikan sepenuhnya. Sebuah penelitian berhasil membuktikan bahwa 10 persen dari 500 orang perokok berhasil berhenti merokok dalam 10 bulan dengan penggunaan koyo nikotin.[23] Walaupun demikian, penggunaan koyo nikotin tidak disarankan untuk jangka panjang dan harus dilakukan di bawah pengawasan dokter dan tenaga medis profesional. Saat ini, koyo nikotin belum dijual secara bebas di Indonesia.

3. Tablet Nikotin

[sunting | sunting sumber]

Tablet nikotin memberikan asupan nikotin sesuai dosis yang disesuaikan dengan kebiasaan merokok sebelumnya. Tablet nikotin tidak ditelan seperti minum obat tetapi dengan meletakkan tablet nikotin di bawah lidah sampai nikotin diserap melalui mulut ke dalam aliran darah.[24] Produk pengganti nikotin ini harus digunakan di bawah pengawasan dokter.

4. Inhaler Nikotin

[sunting | sunting sumber]

Berbentuk inhaler yang dapat dihirup, inhaler nikotin ini bisa jadi pengganti sementara bagi pecandu rokok. Inhaler nikotin ini memiliki risiko kesehatan yang lebih kecil karena tidak dibakar, tapi tetap dapat menyebabkan kecanduan jika dipakai terus menerus.[25] Inhaler nikotin belum banyak ditemukan di Indonesia dan harus didapatkan dengan resep dokter.

5. Semprotan Hidung Nikotin

[sunting | sunting sumber]

Cara penggunaan semprotan ini adalah dengan menyemprotkan ke hidung. Dengan bentuk semprotan, nikotin lebih mudah diserap dalam aliran darah.[24] Terapi ini akan membantu mengatasi kecanduan dan gejala putus zat. Efek samping yang mungkin terjadi adalah iritasi hidung dan tenggorokan, batuk, serta mata berair.

Penggunaan

[sunting | sunting sumber]
Koyo nikotin.

Tujuan medis dalam penggunaan nikotin (berbentuk terapi pengganti nikotin) adalah untuk membantu perokok untuk berhenti merokok secara bertahap. Melalui berbagai produk terapi pengganti nikotin ini, berbagai penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan perokok untuk dapat berhenti merokok bisa mencapai persentase 50 sampai 70%,[26] walaupun demikian, perlu dicatat bahwa hasil penelitian ini tidak merepresentasikan penggunaan terapi pengganti nikotin dan efeknya pada penurunan angka perokok dalam populasi.[27]

Peningkatan Performa

[sunting | sunting sumber]

Nikotin kerap digunakan karena efek peningkatan performa pada kognisi, kewaspadaan, dan fokus.[28] Sejumlah penelitian juga membuktikan bahwa nikotin memiliki efek positif yang signifikan terhadap kemampuan motorik, ketajaman, dan orientasi atensi, serta memori episodik dan memori kerja.[29]

Rekreasional

[sunting | sunting sumber]

Nikotin paling umum digunakan untuk tujuan rekreasional dan untuk mendapat efek stimulasi yang diakibatkannya.[30] Berbagai contoh produk nikotin rekreasional adalah tembakau yang dikunyah, cerutu, rokok, rokok elektrik, snuff (tembakau yang dihisap melalui hidung), tembakau pipa, dan snus (tembakau yang diletakkan di antara gusi dan dihisap).

Dampak Kesehatan

[sunting | sunting sumber]

Bukti ilmiah terkait dampak kesehatan jangka panjang dari penggunaan nikotin murni masih sangat terbatas karena nikotin paling umum digunakan melalui produk tembakau.[31] Menurut berbagai studi, penggunaan produk terapi pengganti nikotin oleh orang yang berhenti merokok tidak memiliki dampak negatif dalam periode beberapa bulan hingga beberapa tahun.[32] Penelitian lain menunjukkan bahwa penderita penyakit kardiovaskular dapat mentoleransi produk terapi pengganti nikotin hingga periode 12 minggu.[31] Pendapat medis secara umum menyatakan bahwa nikotin (murni) hanya memiliki sedikit risiko kesehatan.[33] Laporan Royal College of Physicians tahun 2016 juga menyatakan bahwa nikotin dalam dosis yang dikonsumsi perokok memiliki sedikit (jika ada) dampak bahaya bagi penggunanya.[11]

Walaupun memiliki sedikit risiko kesehatan bagi orang dewasa, nikotin memiliki dampak negatif bagi anak-anak dan remaja. Sebuah penelitian eksperimental menunjukkan bahwa penggunaan nikotin pada remaja dapat memengaruhi perkembangan otak.[13] Anak-anak yang terpapar nikotin berpotensi memiliki berbagai masalah kesehatan sepanjang hidupnya.[34]

Metabolisme dan Berat Badan

[sunting | sunting sumber]

Asupan nikotin dapat mengurangi nafsu makan dan meningkatkan proses metabolisme di dalam tubuh. Maka tidak heran jika berat badan perokok secara rata-rata lebih rendah dibanding dengan nonperokok.[35][36] Ketika perokok berhenti, biasanya akan terjadi kenaikan rata-rata berat badan antara 5–6 kg, atau kembali ke rata-rata berat badan nonperokok.[37]

Penyakit Kardiovaskuler

[sunting | sunting sumber]

Sebuah penelitian pada tahun 2016 menunjukkan bahwa penggunaan nikotin pada produk tembakau yang tidak dibakar (tidak menghasilkan asap) memiliki risiko yang rendah bila dibandingkan dengan merokok, tetapi tetap merupakan hal yang harus diperhatikan bagi penderita penyakit kardiovaskuler.[38] Sejumlah penelitian menunjukkan adanya kemungkinan bahwa nikotin dapat menyebabkan serangan kardiovaskuler pada perokok dengan penyakit kardiovaskuler dan dapat menimbulkan efek farmakologis yang dapat menyebabkan meningkatnya aterosklerosis atau radang pembuluh darah.[38] Penggunaan nikotin dalam jangka pendek, seperti terapi pengganti nikotin, hanya menimbulkan sedikit risiko penyakit kardiovaskuler, bahkan bagi penderita penyakit kardiovaskuler.[37]

Meskipun tidak ada bukti ilmiah yang mencukupi untuk mengklasifikasi nikotin sebagai karsinogen, masih banyak perdebatan terjadi terkait apakah nikotin dapat menyebabkan tumor.[39] Berbagai penelitian tidak berhasil mengasosiasikan nikotin dengan kanker pada manusia, tetapi beberapa penelitian mengindikasikan bahwa nikotin mungkin berpotensi meningkatkan risiko kanker mulut, kerongkongan, serta pankreas.[13] Nikotin dalam bentuk produk terapi pengganti nikotin memiliki risiko kanker lebih rendah dibanding merokok dan tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan produk-produk ini berhubungan dengan kanker di kehidupan nyata.[40] Dalam hubungannya dengan sel kanker, nikotin dapat menyebabkan transisi jaringan epitel yang dapat membuat sel kanker lebih resistan terhadap obat anti kanker.[41]

Perkembangan Janin

[sunting | sunting sumber]

Walaupun mekanismenya tidak dapat diketahui dengan pasti, nikotin berdampak negatif bagi perkembangan janin di dalam kandungan. Dampak negatif ini kemungkinan disebabkan karena terjadinya hipoksia (kekurangan oksigen), berkurangnya serapan nutrisi janin, serta menyempitnya pembuluh darah pada plasenta dan jaringan umbilikal. Nikotin juga diketahui memiliki dampak negatif pada perkembangan otak, termasuk berubahnya metabolisme otak dan sistem neurotransmiter, serta perkembangan otak yang tidak normal.[42]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Dependence-withdrawal
  2. ^ Cosci F, Pistelli F, Lazzarini N, Carrozzi L (2011). "Nicotine dependence and psychological distress: outcomes and clinical implications in smoking cessation". Psychology Research and Behavior Management. 4: 119–28. doi:10.2147/prbm.s14243. PMC 3218785alt=Dapat diakses gratis. PMID 22114542. 
  3. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama inchem
  4. ^ a b "Nicotinic acetylcholine receptors: Introduction". IUPHAR Database. International Union of Basic and Clinical Pharmacology. Retrieved 1 September 2014
  5. ^ a b Malenka RC, Nestler EJ, Hyman SE (2009)
  6. ^ Robert L. Metcalf (2007), "Insect Control"
  7. ^ Domino, Edward F.; Hornbach, Erich; Demana, Tsenge (August 1993). "The Nicotine Content of Common Vegetables". The New England Journal of Medicine. 329 (6): 437. doi:10.1056/NEJM199308053290619
  8. ^ Ujváry, István (1999). "Nicotine and Other Insecticidal Alkaloids". In Yamamoto, Izuru; Casida, John. Nicotinoid Insecticides and the Nicotinic Acetylcholine Receptor. Tokyo: Springer-Verlag. pp. 29–69.
  9. ^ Caponnetto, Pasquale; Campagna, Davide; Papale, Gabriella; Russo, Cristina; Polosa, Riccardo (2012)
  10. ^ Dinakar C, O'Connor GT (2016). "The Health Effects of Electronic Cigarettes". NEJM.375 (14): 1372–1381. doi:10.1056/NEJMra1502466. PMID 27705269.
  11. ^ a b de Andrade, Marisa; Hastings, Gerald
  12. ^ Mayer B (January 2014)
  13. ^ a b c d e National Center for Chronic Disease Prevention Health Promotion (US) Office on Smoking Health (2014)
  14. ^ Nikotin Tak Berbahaya, Begini Hasil Penelitian YPKP Indonesia - Tribun Manado, 2018
  15. ^ Therapeutics Letter (21): 1–4. September–October 1997
  16. ^ Lagrue, Gilbert; Cormier, Anne (June 2001)
  17. ^ McLaughlin I, Dani JA, De Biasi M. (2015). Nicotine Withdrawal: Current topics in behavioral neurosciences. 24, 99-123. doi:10.1007/978-3-319-13482-6_4.
  18. ^ American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM 5. American Psychiatric Association; Washington: 2013.
  19. ^ U.S National Library of Medicine. (2018). Nicotine Replacement Therapy. Retrieved October 17, 2018.
  20. ^ Kompas (30 Agustus 2016), Konsumsi Permen Karet Nikotin sebagai Pengganti Rokok.
  21. ^ American Lung Association (2016), Nicotine Replacement Therapy: Fact Sheet.
  22. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-27. Diakses tanggal 2019-02-27. 
  23. ^ Saul Shiffman, Moise Khayrallah, Robert Nowak; Efficacy of the nicotine patch for relief of craving and withdrawal 7–10 weeks after cessation, Nicotine & Tobacco Research, Volume 2, Issue 4, 1 November 2000, Pages 371–378
  24. ^ a b https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-2273251/aneka-terapi-penggantian-nikotin-bagi-mereka-yang-kecanduan-merokok
  25. ^ Schneider, N.G., Olmstead, R.E., Franzon, M.A. et al. Clin Pharmacokinet (2001) 40: 661.
  26. ^ Stead LF, Perera R, Bullen C, Mant D, Lancaster T (2008)
  27. ^ Pierce, John P.; Cummins, Sharon E.; White, Martha M.; Humphrey, Aimee; Messer, Karen (2012)
  28. ^ Jasinska, Agnes J.; Zorick, Todd; Brody, Arthur L.; Stein, Elliot A. (September 2014)
  29. ^ Heishman SJ, Kleykamp BA, Singleton EG (June 2010)
  30. ^ National Institute on Drug Abuse. December 2014
  31. ^ a b Bhatnagar, A.; Whitsel, L. P.; Ribisl, K. M.; Bullen, C.; Chaloupka, F.; Piano, M. R.; Robertson, R. M.; McAuley, T.; Goff, D.; Benowitz, N. (2014)
  32. ^ Murray RP, Bailey WC, Daniels K, Bjornson WM, Kurnow K, Connett JE, Nides MA, Kiley JP; Lung (1996). Health Study Research Group. Safety of nicotine polacrilex gum used by 3,094 participants in the Lung Health Study. Chest. 109:438–445.
  33. ^ de Andrade, Marisa; Hastings, Gerald. "Tobacco Harm Reduction and Nicotine Containing Products" (PDF). Cancer Research UK. Cancer Research UK. p. 8. Retrieved 10 March 2016
  34. ^ Holbrook, Bradley D. (2016). "The effects of nicotine on human fetal development". Birth Defects Research Part C: Embryo Today: Reviews. 108(2): 181-92. doi:10.1002/bdrc.21128. ISSN 1542-975X. PMID 27297020.
  35. ^ Orsini, Jean-Claude (June 2001)
  36. ^ Chen, Hui; Vlahos, Ross; Bozinovski, Steve; Jones, Jessica; Anderson, Gary P; Morris, Margaret J (2004)
  37. ^ a b Audrain-McGovern, J; Benowitz, NL (July 2011). "Cigarette smoking, nicotine, and body weight". Clinical Pharmacology and Therapeutics. 90 (1): 164-168. doi:10.1038/clpt.2011.105. PMC 3195407. PMID 21633341.
  38. ^ a b Benowitz, Neal L.; Burbank, Andrea D. (2016). "Cardiovascular toxicity of nicotine: Implications for electronic cigarette use". Trends in Cardiovascular Medicine. 26 (6): 515–523. doi:10.1016/j.tcm.2016.03.001. ISSN 1050-1738. PMC 4958544. PMID 27079891.
  39. ^ Cardinale A, Nastrucci C, Cesario A, Russo P (January 2012)
  40. ^ Jerry JM, Collins GB, Streem D (2015). "E-cigarettes: Safe to recommend to patients?". Cleve Clin J Med. 82 (8): 521–6. doi:10.3949/ccjm.82a.14054. PMID 26270431.
  41. ^ Kothari, AN; Mi, Z; Zapf, M; Kuo, PC (2014). "Novel clinical therapeutics targeting the epithelial to mesenchymal transition". Clinical and Translational Medicine. 3:35. doi:10.1186/s40169-014-0035-0. PMC 4198571. PMID 25343018.
  42. ^ Behnke M, Smith VC (March 2013). "Prenatal substance abuse: short- and long-term effects on the exposed fetus". Pediatrics. 131 (3): e1009–24. doi:10.1542/peds.2012-3931. PMID 23439891.