Tahafut al-Falasifah

Tahafut al-Falasifah (تهافت الفلاسفة, "Kerancuan para Filsuf") adalah karya Al-Ghazali yang menjadi kontroversi selama berabad-abad. Di dalam karya ini Al-Ghazali mengkritik para filsuf, terutama Ibnu Sina dan Al-Farabi, khususnya dalam masalah teologi atau kalam. Buku ini dianggap memiliki andil atas mencuatnya madzhab teologi Asy'ariyah dan mundurnya minat terhadap falsafah yang berakar pada filsafat Yunani.

Dalam buku ini, Al-Ghazali menulis 20 daftar kerancuan logika para filsuf terkait teologi Islam. Dari daftarnya itu, 17 diantaranya dinyatakan sebagai sesat atau bid'ah, dan 3 lainnya dianggap sebagai tanda kekafiran. Tiga butir kerancuan yang Al-Ghazali anggap sebagai tanda kekafiran adalah: Pertama, pendapat bahwa alam semesta senantiasa ada dan tanpa permulaan; kedua, pendapat bahwa Tuhan hanya mengetahui perkara-perkara mujmal (umum) dan bukan hal-hal parsial atau khusus; dan ketiga, pendapat bahwa hanya ruh (dan bukan jasad) yang akan dibangkitkan di hari akhir.[1][2]

Latar Belakang

sunting

Pada tahun 1091 Sultan Nizham al-Mulk mengangkat Al-Ghazali sebagai Guru Besar Hukum di Madrasah Nizhamiyah Baghdad. Madrasah ini merupakan salah satu perguruan tinggi paling bergengsi di zamannya, yang salah satu tujuan pendiriannya adalah untuk menghadapi propaganda ajaran Ismailiyah dari Dinasti Fatimiyah.[3]

Tahafut al-Falasifah merupakan satu dari empat seri teologis yang Al-Ghazali hasilkan selama masa jabatannya sebagai Guru Besar Hukum di Nizamiyah. Karya pertama adalah ringkasan pemikiran filsafat yang berjudul Maqāsid al-Falāsifa (Tujuan para Filsuf). Dalam Maqāsid Al-Ghazali secara jelas mengatakan buku ini merupakan pengantar bagi Tahāfut. Tahāfut al-Falāsifa adalah karya kedua dan utama dari seri teologi ini. Karya ketiga, Miyar al-Ilm fi Fan al-Mantiq (Kriteria Pengetahuan dalam Ilmu Logika), ditujukan sebagai lampiran bagi Tahafut dan berisi rangkuman pengajaran Ilmu Kalam dari Ibnu Sina. Dan karya terakhir adalah Al-Iqtisād fī al-Iʿtiqad, sebuah eksposisi Teologi Asy'ariyah untuk mengisi doktrin teologi-metafisika yang Al-Ghazali kritik dalam Tahāfut.

Serial ini jelas menunjukkan bahwa Al-Ghazali tidak menyangkal semua ilmu filsafat seperti yang diyakini banyak sarjana. Al-Ghazali menyatakan bahwa ia tidak menemukan cabang filsafat lain termasuk fisika, logika, astronomi atau matematika bermasalah, satu-satunya perselisihannya adalah dengan metafisika di mana ia mengklaim bahwa para filsuf tidak menggunakan alat yang sama, yaitu logika, yang mereka gunakan untuk ilmu lain.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ Leaman, Oliver (2002). An Introduction to Classical Islamic Philosophy. Cambridge University Press. hlm. 55. ISBN 978-0-521-79757-3. 
  2. ^ Adamson, Peter (2016). Philosophy in the Islamic World: A History of Philosophy Without Any Gaps. Oxford University Press. hlm. 148. ISBN 978-0-19-957749-1. 
  3. ^ a b Al-Ghazzālī (2000). The Incoherence of The Philosophers (Tahāfut al-Falāsifah): A Parallel English-Arabic Text. Michael E. Marmura (translator). Utah: Brigham Young University Press. ISBN 0842524665. 

Pranala luar

sunting